Pariangan (Nuansa Kenangan)
September 3, 2019
Pecayakah kalian jika salah satu Desa terindah dunia ada di Sumatra Barat? Jika kita membaca atau menonton TV, desa ini sudah dinobatkan sebagai salah satu Desa terindah di dunia yang diberikan oleh Majalah Budget Travel (sebuah majalah pariwisata internasional terbitan New York) pada tanggal 22 Februari 2012.
Desa itu adalah Desa Pariangan atau jika kita berkunjung ke Batusangkar, kita akan melihat sebuah gerbang dengan nama Nagari Tuo Pariangan, Desa ini terletak di Batusangkar Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Desa ini terletak di lereng gunung merapi, bisa dibayangkan bagaimana suhu sekitar desa Pariangan ini?
Memasuki Desa ini, kita sudah disuguhkan oleh bangunan-bangunan tua khas minang kabau, Rumah Gadang, memang sudah banyak yang direnovasi dan sudah tidak digunakan lagi. Tidak ketinggalan bentangan hijau persawahan pun turut mengiasi keindahan karya Tuhan di Desa Tuo ini.
Saya pun entah berapa kali menginjakan kaki di Desa ini, Nagari Pariangan ini sepertinya sudah menjadi agenda rutin bagi saya dan Teman saya Alex Escobar, yang merupakan seorang Spanyol yang telah menjadi “Urang Sumando” yang bergelar Sutan Mangkudun Sati, begitu bangganya dia menggunakan gelar itu.
Kalau ke Desa Pariangan, Selain Si Alex, saya pun selalu ditemani oleh seorang teman lagi sebut saja Pandeka (Nama Aslinya Deri Ilham), saya lebih senang menyebutnya sebagai seorang budayawan muda, karena pengetahuannya tentang kebudayaan Minangkabau yang mantap sekali buat saya orang awam ini. Dengan filosofi-filosofi kental minang kabaunya, seakan kita terbawa ke masa lalu, apalagi jika kita berceritanya di kawasan Desa Pariangan ini.
Baik lah kita kembali lagi ke Desa Pariangan ini, di Desa Pariangan ini penduduknya pun ramah sekali di dalam menyapa kepada para pengunjung, begitu menggabarkan keakraban yang telah diwariskan oleh para leluhur dahulu, Rahayu…….
Di desa Paringan ini banyak tempat yang bisa dikunjugi, ada kuburan panjang, yang konon katanya adalah kuburan dari Tantejo Gurhano, adalah seorang arsitektur Rumah Gadang, bayangkan rumah gadang yang banyak sekali menyimpan filosofinya disetiap desainnya serta interiorya yang banyak dijadikan petatah dan petitih bagi masyarakat Minang Kabau.
Ada juga sebuah Mesjid Tuo yang masih kokoh berdiri di Desa Pariangan ini, yang menarik dari Mesjid Tuo ini adalah arsiteknya, banyak yang mengatakan bahwa masjid ini mengadopsi arsitektur Tibet, ini kita bisa lihat dari banyaknya jendela di masjid ini. Menurut beberapa sumber, Mesjid ini didirikan oleh Syekh Buharnuddin, seorang tokoh alim ulama yang menyebarkan Islam di Tanah Minang Kabau atas persetujuan Tuanku Nan barampek, yaitu Tuangku Kali Bandar, Tuangku Aji Manan, Tuangku Katik Basa, dan Tuangku Labai, dengan dibantu sejumlah tukang yang dipimpin oleh Datuak Garang. Mesjid ini pun telah dua kali mengalami renovasi pada tahun 1920 dan 1944.
Satu tempat yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi adalah tempat ngopi di ketinggian di daerah ini, ada banyak tempat ngopi di sini, dan ngopi disini jangan diartikan hanya minum kopi saja ya, karena minuman andalah disini adalah Kawa Daun, yaitu minuman yang terbuat dari Daun Kopi yang disajikan dengan batok kepala, sehingga ketika kita meminumnya terasa kental aroma masa lampau.
Menurut Pandeka, Kenapa Kawa Daun ini dijadikan minuman, karena pada zaman penjajahan dahulu, para pekerja rodi tidak boleh meminum kopi dari hasil VOC, sehingga masyarakat mencoba membuat minuman yang terbuat dari Daun Kopi itu sendiri, yang ternyata hasilnya pun sangat nikmat dan juga bagus untuk kesehatan. Hmmmm. Silahkan saja kita berpikir apa cerita ini benar atau tidak, yang jelas cerita ini bisa jadi benar, hehehe.
Oh y, tempat kami nongkrong ini kami namai dengan nama “Tampek Datuak” memang yang punyanya adalah seorang datuak (Datuk) pemuka adat di Desa Pariangan ini, saya pun lupa bertanya namanya siapa, karena keasyikan mendengar dia bercerita dengan Pandeka tentang Adat Istiadat, yang saya sendiri tidak mengerti.
Tapi di sela itu, Jiwa seorang cryptozoologist saya pun timbul untuk bertanya, tentang hewan yang aneh di sekitar hutan di kaki gunung Merapi, Dia menjawab dengan senyum saja, dan berkata sangat banyak disini apalagi kalau mau mencari si “Bigau”, Nah lo? tapi apa bisa ketemu??? Tergantung iman kita, sambil tertawa dia menjawabnya.
Sebelum menutup pembicaraan, salah seorang kerabat datuak pun menawarkan sebuah tanaman yang bahasa Minangnya, Sijangkang (sayapun tidak tau bahasa indonesianya apa, apalagi bahasa latin), katanya tanaman ini dapat menambah stamina, Dia memberi istilah “Minum satu, nikmat untuk Bedua”, maksudnya apa coba? hehehe
Bagi kalian yang berkunjung ke Desa Pariangan ini, jangan hanya sekedar mengabadikan pemandangan yang indah, sekali-kali bertanya jugalah tentang adat istiadat serta filosofi Minangkabau, karena konon katanya Pariangan inilah dimana adat istiadat Minangkabau lahir.
Saya adalah seorang penggemar Cryptozoology, Hiking, Camping, Traveling, Saya menulis di blog untuk membagikan pengalaman saya. Terima kasih telah berkunjung