Minang, Pulang Untuk Menang

December 4, 2020

Minangkabau

Sekali-kali pulang lah untuk melihat Ranah Minang, di balik kerinduan akan Ranah Minang tentu ada cinta yang telah menjadi embun pagi hari di Perantauan. Mari raih kemenangan hati dengan memijakkan kaki di Ranah Minang.

Hiruk pikuk perantauan tentu mengingatkan kembali akan ranah dimana tempat pijakan-pijakan kehidupan tertempa sebelum berlayar menuju ke perantauan. Memang banyak terkurung rindu ketika mendengar alunan suara bansi ketika di perantauan.

Surau, Lapau, Rantau sebuah filosofi yang terus teringat ketika saya menginjakkan kaki di ranah Minang. Seorang teman selalu menyampaikan itu agar saya pun paham sedikit tentang filosofi ranah ini. Walaupun masih banyak lagi yang belum disampaikannya.

FilosofiĀ  tersebut yang ditanamkan kepada orang minang ketika hendak melangkahkan kaki ke Perantauan. Menimba ilmu di Surau, berinteraksi di lapau untuk membahas sesuatu serta mengaplikasikannya di Rantau, jadi tidak heran jika para pemuda Minang di rantauĀ  sangat pandai.

Ketika para pemuda merantau, Rumah gadang akan merindukan kehadiran cengkrama para pemuda tersebut, canda dan tawa. Rangkiang pun berdoa kepada semesta agar apa yang telah tertanam di jiwanya tidak hilang ketika kembali ke Ranah Minang.

Karena Pemuda adalah estafet untuk melanjutkan tradisi yang ada di Ranah Minang yang akan mewarisi kembali ke generasi berikutnya. Tanamkanlah kecintaan terhadap negeri yang kita banggakan ini.

Apakah para pemuda itu tidak sedih melihat Rumah Gadang seperti hanya pajangan saja? Rumah gadang yang dulu kokoh kini telah di selimuti oleh lumut ditemani oleh sepi, di hembus angin kerinduan akan pijakan para pemuda.

Marilah para pemuda ketika pulang ke Ranah Minang, lihat juga Rumah Gadang kita yang sudah menanti dengan setia, topang juga tiangnya yang sudah mulai rapuh oleh hembusan zaman. Kokohkan kembali akar budaya dan tradisi yang telah lama kita lupakan.

Cat kembali Rumah Gadang itu dengan filosofi – filosofi kehidupan yang telah tertanam sejak dahulu kala, tanggalkan baju perantauan ketika mengetuk rumah gadang, ciumlah tangan bundo kanduang yang merawat semuanya dengan cinta ketika melepas langkah untuk mengarungi lautan perantauan. Tangan itu yang selalu menanti di setiap senja mengampiri atap rumah gadang

Semoga Kelak Para pemuda itu merebut kembali kemenang setelah pulang ke Ranah ini, karena satu alasan, “Minang adalah Pulang Untuk Menang”

Leave a Reply:

Your email address will not be published. Required fields are marked *